Sabtu, 31 Oktober 2015

GAYA HIDUP “YUPIES”
 Yuppies, atau Young Urban Professionals (kadang juga disebut Young Upwardly Mobile Professionals) merupakan sebuah fenomena yang kini marak terjadi di kota-kota besar di seluruh dunia, termasuk di Jakarta. Sebagai kota metropolitan, penduduk Jakarta terbiasa dengan gaya hidup yang tak jauh berbeda dengan gaya hidup masyarakat New York yang mobile, urban dan berorientasi material.
How First Yuppies Come
Yuppies sebenarnya bukanlah istilah baru, melainkan telah muncul sekitar tahun 80-an pertama kali di sebuah artikel majalah Chicago Tribune. Yuppies diidentikkan dengan kaum muda berusia 20 hingga awal 30 tahun, tinggal di kota-kota metropolitan, memiliki pekerjaan mapan dengan gaji besar, memiliki rumah yang mewah atau apartemen pribadi, mobil pribadi, serta daya beli yang tinggi. Bisa dibilang Yuppies merupakan kaum muda yang memiliki slogan ‘Work  hard, play hard’.
Namun kehadiran Yuppies sebenarnya tak bisa dilepaskan dari kehadiran kaum Hippies, yang banyak bermunculan di sekitar tahun 60-an di AS, di mana pada saat itu negara Paman Sam tersebut sedang berperang di Vietnam. Kaum Hippies ini memiliki prinsip menolak batasan serta otoritas pemerintah, menolak kenyamanan dan selalu berpindah-pindah tempat sebagai bentuk pencarian jati diri mereka. Usai dengung kaum Hippies meredup, kemudian muncul para kaum Preppies, yang merupakan kaum kelas menengah atas, berpendidikan tinggi (masuk kampus Ivy League di AS), memiliki daya beli yang tinggi dan sangat eksklusif, dengan bergaul bersama  kalangan tertentu saja.
Baru muncullah istilah kaum Yuppies, yang dianggap sebagai perpaduan keduanya. Berpendidikan tinggi serta memiliki gaya hidup konsumtif, namun tetap punya kepedulian pada masalah sosial di sekitarnya. Tidak seperti Preppies yang sangat snob, Yuppies dianggap lebih ‘membumi’, dikarenakan uang yang dihasilkan merupakan hasil keringat sendiri, dan tahu bagaimana cara bekerja keras. Selain itu Yuppies walaupun peduli pada masalah sosial serta kebijakan pemerintah, tapi mereka tidak anti otoritas, layaknya para Hippies.
Consumerism, A Way of Life?
Dalam buku The Yuppie Handbook, dituliskan bahwa Yuppies dikenal dengan gaya hidupnya yang mahal. Pendidikan yang tinggi serta kehidupan yang berpusat di kota besar, membuat para Yuppies sangat mengutamakan standar yang tinggi serta kenyamanan dari produk yang mereka gunakan sehari-hari. Oleh karena itu mereka tak segan-segan untuk mengeluarkan uang lebih demi mendapatkan kenyamanan serta kemewahan yang mereka inginkan. Mobil BMW, pakaian Gucci atau Prada, sepatu Tods, liburan ke Australia, merupakan hal yang Yuppies anggap pantas mereka dapatkan  mengingat betapa kerasnya mereka bekerja.
Dengan penghasilan yang cukup besar, para Yuppies ini identik dengan gaya hidup konsumtif. Mereka bisa menghabiskan ratusan ribu hanya untuk makan atau minum kopi bersama rekan kerja, hingga jutaan rupiah untuk memborong sepatu Christian Louboutin atau terusan keluaran Zara. Berapapun harga dari barang yang mereka beli nampaknya bukanlah masalah, karena yang penting ialah prestige serta kenyamanan yang didapatkan.
Mengingat gaya hidup Yuppies yang sangat konsumtif, wajar kemudian kaum muda ini menjadi target pasar banyak produk. Kini mulai dari produk makanan, mobil, tempat perbelanjaan, kafe dan lainnya menjadikan kaum Yuppies sebagai target pasarnya. Hal ini dikarenakan jumlah keuntungan yang didapatkan para produsen akan berlipat ganda jika berhasil menggaet generasi ini menjadi konsumen produk mereka.
Yuppies Couple
Lalu bagaimana kehidupan Yuppies jika menjalin hubungan baik sebagai suami-istri? Ternyata gaya hidupnya tidak banyak berubah. Keduanya, baik pria dan wanita akan terus fokus pada karier masing-masing, menikmati hidup di akhir pekan dengan berbelanja ke pusat perbelanjaan atau bepergian ke Bali, Singapura atau daerah wisata lainnya.
Dalam kaum Yuppies sendiri, kemudian dikenal adanya istilah DINK (Double Income No Kids), dimana sepasang suami-istri yang sama-sama berasal dari golongan Yuppies, kemudian menunda untuk mempunyai anak, demi mengejar karier serta mimpi-mimpi yang materialis (siapa yang tidak ingin berlibur ke Venesia?). Sayangnya, hal ini juga identik dengan lemahnya kedekatan di antara pasangan. Pasangan Yuppies sangat mengejar karier mereka, dan di akhir pekan, mereka lebih banyak hangout bersama teman-teman mereka, sehingga jarang menghabiskan waktu bersama dengan pasangannya.
Yuppies bukanlah sekedar tren gaya hidup biasa. Yuppies memiliki dampak besar dalam sebuah perekonomian negara. Penghasilan para Yuppies yang besar membuat mereka memiliki daya beli yang tinggi, yang pada akhirnya berdampak positif pada sistem ekonomi makro. Ketika sebuah perekonomian negara sedang mengalami pertumbuhan, jumlah kaum Yuppies pun menjadi semakin banyak, dengan
Menjadi seorang Yuppies merupakan hal yang sah-sah saja. Kehidupan yang nyaman seusai bekerja keras sepanjang waktu di kantor, atau berbelanja barang berkualitas tinggi yang meningkatkan kepercayaan diri juga merupakan hal yang pantas dilakukan wanita-wanita profesional, urban dan smart, seperti Anda. Namun, ada baiknya jikalau karier dan kehidupan berjalan dengan seimbang.

Dalam buku Diary of a Yuppie, Louis Auchincloss mengkritik kehidupan Yuppies sebagai artifisial dan hanya peduli pada dirinya sendiri, maka akan lebih baik jika Anda tidak hanya berkutat pada keberhasilan karier semata. Menjaga hubungan dengan pasangan, keluarga dan teman, menjadikan kehidupan Anda seimbang antara karier dan hubungan personal. Keseimbangan, itulah jalan menuju kehidupan yang bahagia. (Nop-15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar