GAYA HIDUP “YUPIES”
Yuppies, atau Young Urban Professionals (kadang juga disebut Young
Upwardly Mobile Professionals) merupakan sebuah fenomena yang kini marak
terjadi di kota-kota besar di seluruh dunia, termasuk di Jakarta. Sebagai kota
metropolitan, penduduk Jakarta terbiasa dengan gaya hidup yang tak jauh berbeda
dengan gaya hidup masyarakat New York yang mobile, urban dan
berorientasi material.
How First Yuppies Come
Yuppies sebenarnya bukanlah istilah baru, melainkan telah
muncul sekitar tahun 80-an pertama kali di sebuah artikel majalah Chicago
Tribune. Yuppies diidentikkan dengan kaum muda berusia 20
hingga awal 30 tahun, tinggal di kota-kota metropolitan, memiliki pekerjaan
mapan dengan gaji besar, memiliki rumah yang mewah atau apartemen pribadi,
mobil pribadi, serta daya beli yang tinggi. Bisa dibilang Yuppies merupakan
kaum muda yang memiliki slogan ‘Work hard, play hard’.
Namun
kehadiran Yuppies sebenarnya tak bisa dilepaskan
dari kehadiran kaum Hippies, yang banyak bermunculan di sekitar
tahun 60-an di AS, di mana pada saat itu negara Paman Sam tersebut sedang
berperang di Vietnam. Kaum Hippies ini memiliki prinsip
menolak batasan serta otoritas pemerintah, menolak kenyamanan dan selalu
berpindah-pindah tempat sebagai bentuk pencarian jati diri mereka. Usai dengung
kaum Hippies meredup, kemudian muncul para kaum Preppies,
yang merupakan kaum kelas menengah atas, berpendidikan tinggi (masuk
kampus Ivy League di AS), memiliki daya beli yang tinggi dan
sangat eksklusif, dengan bergaul bersama kalangan tertentu saja.
Baru muncullah istilah kaum Yuppies, yang dianggap sebagai
perpaduan keduanya. Berpendidikan tinggi serta memiliki gaya hidup konsumtif,
namun tetap punya kepedulian pada masalah sosial di sekitarnya. Tidak
seperti Preppies yang sangat snob, Yuppies dianggap
lebih ‘membumi’, dikarenakan uang yang dihasilkan merupakan hasil keringat
sendiri, dan tahu bagaimana cara bekerja keras. Selain itu Yuppies walaupun
peduli pada masalah sosial serta kebijakan pemerintah, tapi mereka tidak anti
otoritas, layaknya para Hippies.
Consumerism, A
Way of Life?
Dalam buku
The Yuppie Handbook, dituliskan bahwa Yuppies dikenal dengan
gaya hidupnya yang mahal. Pendidikan yang tinggi serta kehidupan yang berpusat
di kota besar, membuat para Yuppies sangat mengutamakan
standar yang tinggi serta kenyamanan dari produk yang mereka gunakan
sehari-hari. Oleh karena itu mereka tak segan-segan untuk mengeluarkan uang
lebih demi mendapatkan kenyamanan serta kemewahan yang mereka inginkan. Mobil
BMW, pakaian Gucci atau Prada, sepatu Tods, liburan ke Australia, merupakan hal
yang Yuppies anggap pantas mereka dapatkan mengingat betapa kerasnya mereka bekerja.
Dengan penghasilan yang cukup besar,
para Yuppies ini identik dengan gaya
hidup konsumtif. Mereka bisa menghabiskan ratusan ribu hanya untuk makan atau
minum kopi bersama rekan kerja, hingga jutaan rupiah untuk memborong sepatu Christian
Louboutin atau terusan keluaran Zara. Berapapun harga dari barang yang mereka
beli nampaknya bukanlah masalah, karena yang penting ialah prestige serta
kenyamanan yang didapatkan.
Mengingat
gaya hidup Yuppies yang sangat konsumtif, wajar kemudian
kaum muda ini menjadi target pasar banyak produk. Kini mulai dari produk
makanan, mobil, tempat perbelanjaan, kafe dan lainnya menjadikan kaum Yuppies sebagai
target pasarnya. Hal ini dikarenakan jumlah keuntungan yang didapatkan para
produsen akan berlipat ganda jika berhasil menggaet generasi ini menjadi
konsumen produk mereka.
Yuppies Couple
Lalu
bagaimana kehidupan Yuppies jika menjalin hubungan baik
sebagai suami-istri? Ternyata gaya hidupnya tidak banyak berubah. Keduanya,
baik pria dan wanita akan terus fokus pada karier masing-masing, menikmati
hidup di akhir pekan dengan berbelanja ke pusat perbelanjaan atau bepergian ke
Bali, Singapura atau daerah wisata lainnya.
Dalam
kaum Yuppies sendiri, kemudian dikenal
adanya istilah DINK (Double Income No Kids), dimana
sepasang suami-istri yang sama-sama berasal dari golongan Yuppies,
kemudian menunda untuk mempunyai anak, demi mengejar karier serta mimpi-mimpi
yang materialis (siapa yang tidak ingin berlibur ke Venesia?). Sayangnya, hal
ini juga identik dengan lemahnya kedekatan di antara pasangan. Pasangan Yuppies sangat
mengejar karier mereka, dan di akhir pekan, mereka lebih banyak hangout bersama
teman-teman mereka, sehingga jarang menghabiskan waktu
bersama dengan pasangannya.
Yuppies bukanlah sekedar tren gaya hidup
biasa. Yuppies memiliki dampak besar dalam sebuah
perekonomian negara. Penghasilan para Yuppies yang besar
membuat mereka memiliki daya beli yang tinggi, yang pada akhirnya berdampak
positif pada sistem ekonomi makro. Ketika sebuah perekonomian negara sedang
mengalami pertumbuhan, jumlah kaum Yuppies pun menjadi semakin
banyak, dengan
Menjadi
seorang Yuppies merupakan hal yang sah-sah
saja. Kehidupan yang nyaman seusai bekerja keras sepanjang waktu di kantor,
atau berbelanja barang berkualitas tinggi yang meningkatkan kepercayaan diri
juga merupakan hal yang pantas dilakukan wanita-wanita profesional, urban dan
smart, seperti Anda. Namun, ada baiknya jikalau karier dan kehidupan berjalan
dengan seimbang.
Dalam buku Diary of a
Yuppie, Louis Auchincloss mengkritik kehidupan Yuppies sebagai artifisial dan hanya
peduli pada dirinya sendiri, maka akan lebih baik jika Anda tidak hanya
berkutat pada keberhasilan karier semata. Menjaga hubungan dengan pasangan,
keluarga dan teman, menjadikan kehidupan Anda seimbang antara karier dan
hubungan personal. Keseimbangan, itulah jalan menuju kehidupan yang bahagia.
(Nop-15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar